Sahabat pengusaha, kebutuhan rumah tempat tinggal memang tak bisa
dianggap sepele. Kondisi ini yang memancing developer berlomba-lomba
menawarkan solusi dengan iming-iming hadiah, cashback, hinggga bunga
cicilan ringan. Bagi yang bersabar, masih bisa menahan diri untuk tidak
terlibat dalam cicilan KPR.
Namun tak sedikit yang memaksakan diri untuk 'punya rumah sendiri' meski
harus bersentuhan dengan KPR. Bagi non muslim, mungkin bukan masalah
secara agama. Tapi bagi kita sebagai muslim, sudah seharusnya mengetahui
hukum KPR menurut Islam. Agar tidak terjerumus dalam kemaksiatan karena
ketidak tahuan. Selamat menyimak!.
KPR (Kredit Pemilikan Rumah) adalah kredit yang diberikan bank atau
lembaga pembiayaan kepada nasabah untuk membeli rumah dari pihak
developer. Pihak dalam KPR ada 3, yaitu: pembeli (nasabah), developer
dan bank (atau lembaga pembiayaan).
Mekanisme KPR pada umumnya sebagai berikut;
1. Nasabah (pembeli) membayar DP kepada developer, misalnya 20% dari
harga rumah, setelah pembeli memenuhi syarat-syarat administratif (KTP,
KK, Slip Gaji, dll)
2. Nasabah mengajukan kredit pinjaman senilai 80% dari harga rumah kepada bank atau lembaga pembiayaan
3. Nasabah melunasi pinjaman tersebut kepada bank secara angsuran disertai bunga.
4. Nasabah menjadikan rumah yang dibeli sebagai agunan (jaminan). Jika
nasabah melakukan wanprestasi (cedera janji), seperti terlambat membayar
angsuran, maka bank akan mengenakan denda.
KPR hukumnya haram menurut syariah Islam, karena 3 alasan berikut:
Pertama, karena dalam KPR terjadi riba dalam muamalah antara nasabah
dengan bank. Padahal Islam telah mengharamkan riba (Lihat QS al-Baqarah:
275). Riba tersebut berupa bunga atas pokok utang yang dipungut bank
dari nasabah. Para ulama telah sepakat bahwa setiap tambahan yang
disyaratkan dalam akad utang (dain) adalah riba yang hukumnya haram.
Imam Ibnul Mundzir berkata; “Para ulama telah sepakat bahwa pemberi
pinjaman jika mensyaratkan (kepada penerima pinjaman) sepersepuluh dari
nilai pinjaman sebagai tambahan atau hadiah, lalu dia memberikan
pinjaman dengan ketentuan tersebut, maka pengambilan tambahan atas
pinjaman itu adalah riba.” (Ibnul Mundzir, Al Ijma, hlm 109).
Kedua, karena dalam KPR nasabah menjadikan barang yang dibeli (yaitu
rumah) sebagai jaminan (rahn). Menjaminkan barang obyek jual beli (rahn
al mabi’) secara syariah tidak dibolehkan.
Ini adalah pendapat Imam Syafi’i sebagaimana dikutip Ibnu Qudamah, “Jika
2 orang berjual beli dengan syarat menjadikan barang yang dibeli
sebagai jaminan atas harganya, maka jual belinya tidak sah. Ini
dikatakan Ibnu Hamid dan juga pendapat Syafi’i. Sebab barang yang dibeli
ketika disyaratkan menjadi jaminan (rahn), berarti itu belum menjadi
milik pembeli,” (Ibnu Qudamah, al-Mughni, 4/285, Kitab ar Rahn).
Imam Ibnu Hajar al Haitami berkata, “Tidak sah jual beli dengan syarat
menjaminkan barang yang dibeli.” (Ibnu Hajar al Haitami, al Fatawa al
Fiqhiyah al Kubra, 2/279
Imam Ibnu Hazm berkata, “Tidak boleh menjual suatu barang dengan syarat
menjadikan barang itu sebagai jaminan atas harganya. Kalau jual beli
sudah terlanjur, harus dibatalkan (difasakh)” (Ibnu Hazm, al Muhalla,
3/417, masalah 1228).
Ketiga, karena dalam KPR biasanya ada denda dari bank jika nasabah
melakukan wanprestasi (cedera janji) terhadap perjanjian kredit (PK).
Misalnya denda kepada nasabah yang menunggak pembayaran angsuran per
bulan. Atau denda kepada nasabah yang melunasi sisa angsuran lebih awal
dari waktu yang seharusnya.
Kedua macam denda tersebut hakikatnya adalah riba yang diharamkan Islam,
karena ia merupakan tambahan yang disyaratkan atas pokok utang. (Prof
Muhammad al Husain ash Showa, al Syarat hal Jaza’iy fi al Duyuun:
Dirasat Fiqhiyyah Muqaranah, hlm 23-25)
Kesimpulannya, KPR hukumnya haram dalam syariah Islam. Pihak yang
melakukan keharaman ini adalah nasabah dan bank yang secara langsung
terlibat dalam riba. Pihak developer walau tak terlibat langsung, namun
turut berdosa karena menjadi perantara bagi terjadinya riba. Kaidah
fiqih dalam masalah ini menyebutkan, al wasiilah ilal haraam haram
“Setiap wasilah (perantaraan) menuju kepada yang haram, hukumnya haram
juga” (KH. Muhammad Shiddiq Al Jawi, M.SI)
Channel Telegram @mshiddiqaljawi (bit.ly/TelegramShiddiqAlJawi)
Sahabat pengusaha, solusi yang kami dapat dari para pengusaha yang komitmen bebas riba dalam urusan perumahan:
1. Jika mau over kredit, jual kepada NON MUSLIM.
2. JIka mau jual utuh untuk melunasi sisa utang riba, silakan ke siapa saja.
3. Kembali ke titik nol, tinggal dalam rumah kontrakan lebih berkah
daripada hidup dalam kubangan riba. Hingga Allah tunjukkan jalan dari
usaha yang kita lakukan untuk memiliki rumah tanpa riba dan akad bathil.
COMMENTS